Friday, January 24, 2014

Copet sudako Medan

Medan bagi kami yang berasal dari pelosok pedalaman merupakan belantara yang mengerikan. Penjahat-penjahat jalanan menunggu dan siap memangsa siapa saja yang berada di tempat yang salah pada waktu yang keliru. Saya bersama dengan seorang kawan mengalami sendiri pengalaman yang tidak menyenangkan dalam minibus angkutan kota - sudako - kata orang Medan.

Saat itu, kami baru turun dari bus antar propinsi di Marindal. Hari baru usai subuh, suasana masih gelap menjelang pagi. Tujuan kami adalah Pondok Kelapa, jadi kami menunggu sudako no 64. Beberapa penumpang sudah ada di dalam sudako, beberapa ibu-ibu yang menuju kepasar dan seorang laki-laki tua yang duduk di belakang supir. Baru jalan beberapa puluh meter, sudako berhenti dan empat lelaki naik. Mereka berjaket tebal, tampangnya biasa saja. Satu orang duduk di sebelah kanan saya, dua orang di sebelah kiri, dan satu lagi duduk di samping teman saya di bangku yang berhadapan. Merasa sempit, saya memangku tas saya dan duduk agak membungkuk.

Mereka mulai bercerita, bercakap-cakap dengan riuh. Yang duduk di sebelah kanan saya mencoba melibatkan saya dalam percakapan mereka. Dia bercerita tentang penyakit yang dideritanya, rematik dan kaku tulang yang sudah menahun. Berbagai usaha pengobatan sudah dia coba, mulai dari dokter sampai tradisional. Yang terakhir, katanya, melakukan terapi yang ganjil. Dia memegang lutut kanan saya keras-keras, "Lututku dipegang seperti ini", katanya dengan logat Medan yang kental,"lalu digoyangnya kuat-kuat". Lutut saya ikut digoyangnya kuat-kuat. Sementara itu, kawan saya menatap kami lekat-lekat, mungkin sudah menyadari apa yang akan terjadi.

Sejenak kemudian, orang-orang itu meminta supir untuk berhenti dan mereka turun. Orang yang duduk di sebelah kiri saya sebelum turun menampar kawan saya sekali. Dia diam saja.  Setelah sudako berjalan kembali, seorang ibu bertanya, "kena berapa?" Ternyata semua penumpang - kecuali saya - sudah mengetahui apa yang sedang terjadi. Tetapi tidak ada yang berani mengingatkan, takut akan pembalasan gerombolan tersebut. Saya tidak kehilangan apapun, karena sebelum naik sudako tadi dompet saya masukkan ke saku depan jeans. Posisi duduk saya yang membungkuk ditambah dengan mengendong tas membuat mereka tidak bisa mengambil dompet saya.



No comments:

Post a Comment