Wednesday, December 24, 2008

"Plat" sepeda Aceh jadul

Sepeda-sepeda jaman dahulu harus diregistrasi, sebagaimana layaknya kenderaan bermotor sekarang ini ...

Tuesday, December 16, 2008

Buru Babi, Basmi Hama, Tradisi dan Olahraga

Sekitar jam delapan pagi saya berangkat kerumah Ajo Junaidi. Hari ini, saya akan ikut acara berburu babi tradisional yang diadakan oleh PORBI (Persatuan Olahraga Buru Babi), suatu organisasi berburu yang beranggotakan pemburu-pemburu tradisional dari suku Minangkabau. Tidak seperti berburu biasanya yang menggunakan senjata api dan senjata tajam, berburu yang diadakan PORBI mengandalkan anjing-anjing berburu. Senjata tajam hanya sebagai pelengkap. Senjata api tidak dipergunakan sama sekali.

Ajo Junaidi sudah menunggu saya di rumahnya.Dua ekor anjingnya terikat di kandangnya, menggeram menyambur kehadiran saya. Anjingnya sehat dan terawat, dan jelas sekali baru saja dimandikan. Mereka memandang dengan buas, sambil memamerkan giginya untuk menggertak. Ajo menghardik mereka supaya diam. Saya tidak khawatir karena mereka terikat dengan kuat. Jadi saya mendekat dan mencoba membuat perkenalan.Setelah Ajo sarapan, kami berangkat menunju tempat berkumpul. Seekor anjingnya saya pegang talinya, yang dengan patuh menurut. Semua geraman dan gertakan tadi sudah hilang. Mereka berlarian dengan tangkas seolah sudah tahu betul tujuannya. Kami setengah terseret.Beberapa orang sudah menunggu di warung Da Wal. Ajo memperkenalkan saya kepada mereka. Anjing-anjing terikat pada talinya masing-masing, berbagai ukuran dan warna. Walaupun diikat berdampingan, anjing-anjing tersebut saling akur dan tidak berkelahi sesamanya.

Perbekalan sedang disiapkan keluarga Da Wal. Mereka mempersiapkan makan siang dan makanan kecil untuk acara berburu ini, yang akan mereka jual di lokasi berburu nantinya. Nasi dalam termos besar, lauk-pauk yang sudah dimasak, bubur kacang padi, es batu dalam termos yang lebih kecil. Tenda-tenda biru sedang digulung, sebagai tempat untuk duduk nantinya.

Anjing-anjing yang dipergunakan untuk berburu merupakan pilihan dengan berbagai kriteria tertentu. Walaupun hanya merupakan anjing kampung - jarang anjing ras - mereka jelas-jelas bukan anjing sembarangan. Ekor harus lurus, kepala tidak boleh ada punuknya, lehernya besar. Anjingnya sehat-sehat dan tegap-tegap, dan nampaknya sangat terlatih. Satu siulan dari tuannya akan membuat kepala anjing tersebut menoleh dengan tangkas ke arah tuannya. Satu hardikan akan membuat mereka diam. Makan mereka tertentu, dan dimandikan secara berkala. Kadang mereka juga mendapat ransum khusus tambahan, bisa susu atau madu. Kadang juga mereka mendapat obat-obatan dan vitamin supaya kondisi mereka selalu prima untuk dibawa ke perburuan. Sesuai selera tuannya, mereka punya nama yang bagus-bagus.

Perbekalan dinaikkan ke dalam sebuah pickup yang sudah menunggu. Tidak akan cukup tempat untuk semua orang. Kami berdesakan di bak belakang, berimpitan dengan anjing-anjing yang saling mendesakkan kepala di sela-sela kami kami. Di jalan, kami turun untuk bergabung dengan beberapa orang lainnya yang menunggu di pinggir jalan berdebu. Pickup tersebut terus berangkat membawa perbekalan ke lokasi perburuan yang direncanakan di seberang sungai.

Akhirnya tumpangan kami tiba. Sebuah truk pasir, merek Chevrolet LUV tua dengan kondisi sangat memprihatinkan. Sebelah spatbor depannya sudah hilang, menampilkan lubang yang menganga yang diisi oleh roda depan dengan kaki-kaki depan yang tegap dan kukuh. Lampu depan mobil tersebut tinggal satu. Bak belakangnya nampak kokoh, disiapkan untuk memuat pasir basah yang kalau penuh bisa mencapai berat dalam ukuran ton. Mesinnya menggerum kasar. Orang-orang dan anjing-anjing naik ke bak belakang pickup tersebut. Seekor anjing sudah menunggu di sana, dengan penampilan berbeda. Berwarna putih dengan belang hitam, bulunya panjang-panjang. Berbeda dengan anjing-anjing yang lain, matanya coklat muda dan terang. "Ini anjing peranakan", Ajo menjelaskan. Harganya mahal, bisa jutaan. Mendapati ada anjing yang berbeda, anjing-anjing lain mulai menyalak dan menggeram. Pemiliknya sibuk mendiamkan. Anjing peranakan tadi mengkeret dan terdiam disela kaki tuannya. Saya hanya khawatir jika terjadi perkelahian antar anjing-anjing tersebut. Di tempat sesempit ini, jika keributan terjadi, kaki bisa tergigit secara tidak sengaja, hal terakhir yang saya inginkan.


Jembatan penyeberangan belum siap. Jembatan sepanjang nyaris satu kilometer tersebut sedang dalam tahap pengerjaan. Pekerja kontruksi sedang melakukan pekerjaan mereka di ketinggian puluhan meter. Saat ini penyeberangan sungai ini dilayani oleh dua buah ferry, satu buah disediakan oleh sebuah perusahaan minyak dan yang lainnya disediakan oleh perusahaan kertas yang beroperasi di wilayah ini. Prioritas utama penyeberangan tentu saja kenderaan operasional mereka. Yang lainnya harus menunggu. Tidak dipungut biaya apapun untuk penyeberangan ini. Saat kami sampai, ferry sedang merapat. Truk-truk bermuatan kayu untuk bahan baku pabrik kertas bersiap-siap untuk keluar dari ferry. Dari sisi sungai tempat kami menunggu, tidak banyak kenderaan yang mengantri. Selain pickup kami dan pickup yang ditumpangi keluarga Da Wal, ada beberapa mobil lain yang juga berisi pemburu-pemburu dan anjing-anjing mereka. Mereka berasal dari berbagai wilayah di kabupaten ini, ada yang datang dari Minas, Kandis dan sebagainya. Teknologi komunikasi yang tersedia saat ini memungkinkan informasi sampai ke tujuan dengan cepat. Ada juga beberapa pemburu yang membawa sepeda motor sendiri ke lokasi perburuan. Anjingnya ditempatkan di depan, di atas karung berisi pasir yang berfungsi sebagai tempat pijakan bagi anjing. Ada juga pemburu yang menempatkan anjingnya di dalam keranjang barang yang ditaruh di sadel belakang sepeda motornya. Dengan cara ini ia bisa mengangkut dua ekor anjing berburu dengan gampang.Pickup kami memanjat ke atas ferry dengan gampang. Air sungai sedang pasang tinggi, sehingga jempatan dari ferry ke tebing sungai tidak terlalu curam. Setelah semua naik - masih banyak tempat kosong di atas ferry - jembatan diangkat dan ferrypun bergerak perlahan meninggalkan pinggir sungai. Hanya perlu waktu sekitar sepuluh menit untuk menyeberang. Mesin ferry mendengkur pelan seperti harimau jinak. Merapat di seberang sungai, kamipun melanjutkan perjalanan melintasi jalan berdebu tebal. Jalan kiri kanan kami dipenuhi dengan pohon sawit, diselang seling dengan rumah penduduk. Dari kejauhan, jembatan penyeberangan yang belum rampung berdiri pongah. Warna abu-abu beton nampak kontras dengan kehijauan sekelilingnya. Di arah kanan nampak samar-samar pabrik kertas yang tegak menantang.








Di tanah lapang sempit di antara pohon-pohon sawit, persiapan sudah selesai dilakukan. Tenda-tenda biru sudah digelar di tanah untuk tempat duduk. Perbekalan sudah dibuka, dan beberapa pemburu yang duluan datang sedang makan dan minum. Walaupun hari baru sekitar jam sebelas, perut sudah mulai lapar. Sebaiknya makan sekarang, karena perburuan pertama bisa memakan waktu sampai dua jam. Artinya istirahat untuk makan siang baru bisa dilakukan sekitar jam satu. Kamipun memesan makan. Menunya tidak buruk, dan rasanya seperti menu yang biasa kita jumpai di warung nasi padang. Semua makan dengan lahap dan nikmat, sambil bercakap-cakap mengenai segala hal. Sementara itu, pemimpin perburuan atau Muncak mengumumkan beberapa hal melalui megaphon. Dalam bahasa Minang, dia menyampaikan beberapa informasi, diantaranya lokasi perburuan yang akan datang. Mereka mengadakan perburuan dua kali setiap minggu, setiap hari Rabu dan hari Minggu. Sebuah topi diedarkan, dan tangan-tangan terjulur untuk memasukkan sumbangan sekedarnya. Seribu di sini, lima ribu di sana. Saya lihat ada juga lembaran biru lima puluhan biru yang terselip di antara lembaran-lembaran uang lainnya. Uang ini adalah untuk kas organisasi, yang nantinya akan dipergunakan untuk berbagai keperluan.

Anjing-anjing terikat di pohon-pohon sawit dan semak-semak. Ada juga yang masih dalam kandang mereka di mobil-mobil. Sebuah minibus dengan beberapa ekor anjing di dalamnya diparkir di bagian paling belakang. Kepala anjing-anjing terjulur melalui jendela-jendela mobil. Seekor buldog besar menatap saya dengan seringai diwajahnya. Lidahnya terjulur. Anjing-anjing yang lain tidur-tiduran, Ada juga anjing yang makan, makanan sisa yang dikumpulkan tuannya. Tidak ada anjing yang saling berkelahi.

Orang-orang terus berdatangan, jumlahnya mencapai puluhan. "Ini sedikit. Biasanya, pemburu bisa seratusan", Ajo menjelaskan. Mungkin karena besok hari raya Idul Adha, dan banyak orang yang pulang kampung sehingga pesertanya sedikit. "Kadang ada juga yang membuat foto dan rekaman. Sering juga, pada perburuan besar, wartawan koran dan televisi ikut meliput", kata Ajo.Setelah dirasa tidak ada lagi yang datang Muncak mengumumkan bahwa perburuan akan dimulai. Orang-orang bersiap-siap. Anjing dilepas dari ikatannya, pisau dan golok kembali diselipkan di pinggang. Kamipun menuju ke kenderaan tumpangan.

Lokasi perburuan yang pertama jaraknya sekitar satu kilometer dari tempat berkumpul saat ini, berupa sebuah lembah berisi semak belukar dan rawa. Imformasi yang diperoleh sebelumnya, ada jejak babi di sekitar sini. Pohon-pohon sawit setinggi tiga meteran sedang berbuah. Kami melintasi semak-semak menuju lokasi. Semak lebat dan berduri menghadang di depan kami, menuju lembah dengan lereng curang. Saya dan Ajo memilih menunggu di atas bukit. Anjing-anjing dipegang tuannya masing-masing, yang membentuk formasi mengelilingi lembah tersebut. Jadi, babi tidak akan mungkin lari melintasi kepungan, karena setiap tempat sudah dijaga. Muncak meneriakkan aba-aba. Sekelompok orang yang merupakan tim pencari bergegas menuruni bukit bersama anjing-anjing mereka. Teriakan bersahutan dari lereng-lereng bukit. Salakan anjing-anjing ikut memeriahkan suasana. Terdengar teriakan dari arah lembah, dari tim pencari. Anjing-anjing menegakkan kepalanya dan menggeram. Nampaknya sudah ada tanda-tanda kehadiran babi. Ajo bersiap-siap untuk melepaskan anjingnya. Seorang pemburu malah sudah melepaskan anjing-anjingnya, dan menyampirkan tali pengikat mereka ke bahu. Anjing-anjing melesat cepat ke arah lembah. Teriakan-teriakan kembali terdengar, diselingi dengan salak anjing yang riuh rendah. Tiba-tiba terdengan pekik babi yang cukup keras."Ada yang dapat", teriak Ajo sambil melepaskan tali pengikat anjingnya dan berlari menuruni bukit. Saya berlari mengikuti Ajo. "Siap-siap untuk berlindung!" kata Ajo. Babi yang terluka bisa mengamuk dan menyikat apa saja yang ada di depannya. Sering ada anjing yang terluka terkena sabetan taring babi yang mengamuk. Kadang ada juga pemburu yang ditabrak babi. Jadi saya tetap berhati-hati dan tetap berupaya pada posisi terlindungi oleh pohon-pohon sawit.





Melintasi rumput dan hilalang tinggi di rawa yang berair, sampailah kami di sana. Sekitar duapuluhan ekor anjing sedang merubung seekor babi yang cukup besar, nyaris sebesar anak sapi gemuk. Babi tersebut tidak bisa bergerak lagi, karena hampir sekujur tubuhnya digayuti oleh anjing-anjing yang menggigit. Cengkeraman mulut anjing tersebut begitu kerasnya, sehingga rontaan babi untuk melepaskan diri sia-sia saja. Lumpur berterbangan. Anjing-anjing berlumuran lumpur dan darah babi. Pemilik anjing berkerumun disekeliling. Ada juga anjing yang berkelahi sesamanya berebut tempat strategis. Lumpur kembali berterbangan, dan saya mundur untuk menyelamatkan kamera.Seorang yang membawa tombak memutuskan untuk mengakhiri penderitaan sang babi. Beberapa tikaman akhirnya membuat rontaan babi terhenti. Anjing-anjing masih belum melepaskan gigitannya sambil menggeram. Pemiliknya sibuk menarik mereka. Ada juga yang terlepas, dan anjingnya kembali menyerbu babi dengan ganas.Seekor anjing berwarna putih terluka di hidungnya, kayaknya terkena gigitan anjing lain.Akhirnya semua anjing berhasil dilepas dari babi. Babi dimasukkan ke dalam karung, kemudian dengan sigap dinaikkan kebahu dan dibawa pergi. Warga non Muslim dari etnis tertentu akan menggunakannya untuk dikonsumsi. Mereka ikut kemana para pemburu menjalankan aktivitasnya. Babi-babi tersebut gratis, tidak perlu dibayar. Mereka menjemput langsung di lokasi berburu. Saya menanyakan ke Ajo, apakah daging babi yang dijual di suatu tempat di sini berasal dari perburuan. "Bukan," kata Ajo. "Itu berasal dari babi ternak". Tetapi menurut seorang seorang pengumpul, "Babi tersebut kami jual dagingnya". Kadang para pengumpul yang ikut lebih dari satu orang. Untuk menghidari pertengkaran, "Ya harus dibagi rata. Kalau bertengkar, mereka akan diusir dan tidak boleh lagi ikut pada perburuan selanjutnya," seorang pemburu menjelaskan. Bagi para pemburu sendiri, kehadiran para pengumpul meringankan sebagian pekerjaan mereka, karena bangkai babi harus dikuburkan untuk mencegah bau busuk dan penyebaran bibit penyakit. Apalagi ini adalah kawasan perkebunan sawit dengan kediaman warga dimana-mana.






Para pemburu mengikat kembali anjingnya. Darah yang ada dimulut dan badan anjing dibersihkan dengan dedaunan. Ajo mengelus anjingnya dengan bangga. "Tadi anjing ini sempat digulung seekor bulldog besar, tetapi dia tidak mau melepaskan gigitannya dari babi", katanya. Anjingnya yang lebih kecil - yang baru beberapa kali ikut berburu - masih ketakutan melihat babi. "Tadi saya angkat dia dan saya sorongkan ke arah babi". Maksudnya babi yang sedang dikerubuti oleh anjing-anjing.

Teriakan Muncak terdengar melalui pengeras suara bagi para pemburu untuk berkumpul dan kembali ke lokasi pertemuan. Perburuan di lokasi ini dianggap selesai dan para pemburu akan pindah ke titik berburu lainnya setelah makan. Jadi kami kembali ke kenderaan masing-masing. Anjing-anjing - basah dan berlumpur - mengibaskan bulunya dengan kencang. Lumpur dan air berterbangan kemana-mana. Saat istirahat, cerita di perburuan dipertukarkan sambil makan. Para pemburu menaksir anjing masing-masing. Kadang transaksi terjadi. Tidak dengan uang kontan, memang, karena bagi orang Muslim anjing adalah hewan yang haram untuk dimakan ataupun diperjual belikan. Ada yang langsung tukar begitu saja jika kesepakatan sudah tercapai. Ada juga yang menukar dengan barang tertentu. "Yang dihargai dari anjing-anjing tersebut adalah keahliannya, bukan anjingnya sendiri", Ajo menjelaskan. Anjing yang terlatih dan pemberani dalam menghadapi babi akan bernilai tinggi. "Pernah ada yang menukar anjing dengan sebuah sepeda motor", kata Ajo. Ajo sendiri punya keinginan untuk melatih anjing-anjing sampai pintar kemudian akan melepaskannya di bursa anjing di perburuan. "Tetapi belum kesampaian. Saya pernah punya anjing sampai lima ekor, tetapi dicuri orang". Anjing-anjing pemburu memang cepat akrab dengan siapa saja.

Perburuan tahap kedua menghadapi medan yang lebih berat. Lereng bukit yang curam menuju lembah yang penuh semak belukar berduri tajam jelas bukan tempat pilihan yang nyaman. Ajo mengingatkan saya untuk tetap tinggal diatas. "Tidak ada tempat berlindung sama sekali kalau terjadi apa-apa". Di atas, setidaknya saya bisa naik ke atas pickup kalau ada babi yang mengamuk. Jadi saya hanya mengamati saja dari kejauhan, tidak bisa lagi mengkuti para pemburu ke lembah. Supir-supir mobil yang tidak ikut turun kelembah juga berkumpul di dekat kenderaan mereka. Beberapa orang malah tiduran di dalam mobil. Udara sejuk melenakan, dan dengan perut kenyang sehabis makan memang membuat mata menjadi berat.Sekitar satu jam para pemburu mengelilingi lembah tanpa hasil. Tidak ada babi yang berhasil ditangkap di sini. Melalui pengeras suara, Muncak meneriakkan agar para pemburu berkumpul kembali dan pindah lokasi. Titik perburuan yang ketiga adalah sekitar titik pertemuan. Jadi kami kembali ke tempat tersebut.


Hutan dilokasi titik perburuan yang ketiga lebih bersahabat, setidaknya semaknya tidak berduri. Pohon sawit sudah tumbuh tinggi, dikelilingi oleh semak-semak yang lebat. Para pemburu dan anjingnya kembali masuk ke semak-semak.Sebagian dari mereka tetap tinggal di atas menjaga area supaya babi jangan lolos. Saya memilih untuk tinggal di atas. Teriakan-teriakan dan salak anjing kembali terdengar. Tidak berapa lama, seekor babi yang cukup besar berhasil disergap anjing. Lokasinya jauh di bawah lembah. Anjing-anjing kembali berlari menuju tuannya dengan mulut dan tubuh yang berlumuran darah. Tidak lama kemudian, seorang pengumpul muncul dari semak-semak memanggul babi yang sudah dimasukkan ke dalam karung. Seekor anak babi berhasil ditangkap para pemburu di atas. Setelah diikat kakinya, anak babi tersebut dimasukkan ke dalam karung dan digantungkan di pohon sawit, supaya anjing-anjing tidak menggigitnya.

Beberapa ekor babi lagi berhasil disergap anjing-anjing di lokasi ini.Bosan hanya berjalan mondar mandir di atas bukit, saya ikut tim pencari. Ada empat orang semuanya, dengan sembilan ekor anjing. Kami menuruni bukit terjal dan masuk ke dalam semak-semak lebat, yang untungnya tidak berduri. Sekali-sekali kami berteriak memberitahukan posisi da bertukar informasi dengan tim lainnya. Tanah cukup licin, bekas hujan hari sebelumnya. Tidak berapa lama, kami sampai ke dasar lembah, melintasi anak sungai kecil yang ditumbuhi rerumputan yang tinggi. Anjing-anjing dilepaskan dari talinya supaya gampang menerobos semak. Tidak ada tanda-tanda kehadiran babi di sini. Sekitar satu jam kami sudah berjalan, ketika terdengar suara Muncak menyuruh para pemburu untuk kembali berkumpul dan pindah lokasi. Jadi kami menuju ke arah jalan besar dimana kenderaan menunggu. Hari sudah menjelang sore, matahari sudah beranjak turun.

Lokasi perburuan yang terakhir merupakan tanah terbuka dengan sedikit semak-semak. Pohon-pohon sawit masih kecil, baru setinggi pinggang. Tidak ada pepohonan dan semak belukar yang berarti. Sulit untuk memastikan apakan ada babi di wilayah ini. Yang jelas, ada nampak sapi sedang merumput. Ini bisa bermasalah. Anjing-anjing pemburu bisa menyerang sapi dan menimbulkan luka-luka yang fatal, bahkan bisa membunuh sapi jika tidak cepat dipisahkan. Jadi Muncak mengumumkan supaya perburuan dibatalkan dan semua pemburu supaya kembali berkumpul di kenderaan. Hari sudah sore, dari diputuskan bahwa perburuan hari ini akan dihentikan. Menunggu didekat kenderaan, Muncak kembali meneriakkan pengumuman melalui pengeras suara agar semua pemburu kembali. Para pemburu akan memastikan supaya semua pemburu keluar dari hutan sebelum pulang. Jika ada yang ketinggalan, akan dicari.Setelah semuanya berkumpul, para pemburu naik ke kenderaan masing-masing dan mengucapkan perpisahan. Kamipun berangkat pulang. Matahari sedang beranjak turun di ufuk barat ketika kami mencapai ferry penyeberangan. Capek,letih, kotor dengan lumpur dan debu teratasi rasa puas dengan pengalaman yang baru saya alami. Pada perburuan yang akan datang, saya akan ikut lagi ...



Monday, December 01, 2008

Ada senyuman di langit ...
Bulan sabit dan dua bintang di atasnya membentuk senyuman di langit ...