Thursday, March 17, 2011

Mencari kepiting

Karena jauh dari laut, kami jarang menemukan kepiting di pasar-pasar di tempat kami tinggal sekarang. Kalaupun ada, harganya sangat tidak bersahabat. Kepiting-kepiting tersebut - bisanya kepiting yang berbentuk bulat gemuk - dibawa dari Sumatera Utara ataupun Sumatra Barat dalam keadaan hidup dan diusahakan tetap dalam keadaan demikian sampai dijual. Kepiting mati harganya menjadi rendah dan rasanya juga tidak enak lagi. Sekali-sekali juga ada kepiting laut - rajungan - dengan tubuh kurus dan bergerigi. Kepiting laut ini biasanya jarang dijual dalam keadaan hidup, dan harganya lebih rendah dibandingkan dengan kepiting bulat.

Berbeda dengan kedaan di kampung kami di Aceh, yang dekat dengan laut. Nyaris setiap hari kepiting selalu tersedia di pasar dalam berbagai ukuran. Paling tidak aneuk cakah - kepiting kecil yang ditangkap para pencari udang atau ikan kecil di tambak-tambak.


Kampung kami berjarak sekitar lima kilometer dari pinggir laut, yang terletak di sebelah utara. Sepelum pantai, terletak jejeran tambak-tambak dengan pematang yang lebar, mencuatkan aroma amis lumpur yang bercampur aroma asin air laut. Tambak-tambak tersebut diisi dengan udang harimau yang mahal harganya, dan ikan bandeng. Berbagai ikan lainnya juga ada di dalam tambak, dan oleh pemiliknya diperbolehkan untuk diambil, selain udang harimau dan ikan bandeng yang khusus dipelihara. Dan kepiting, yang bersarang di lubang-lubang di pematang tambah dan di sela-sela akar bakau. Beragam ukuran kepiting bisa diperoleh di tambak-tambak ini. Saat terbaik untuk memancing kepiting adalah ketika bulan purnama, saat kepiting dalam kondisi gemuk dan berdaging penuh, kadang yang betinanya - bisa ditandai dengan penutup dibawah cangkangnya yang berbentuk bulat, kalau jantan berbentuk segitiga lancip yang runcing - cangkangnya penuh dengan telur.

Kebanyakan kaum lelaki di kampung kami saat-saat tertentu, biasanya malam hari selepas senja dan pulang menjelang pagi - pergi ke bangka - sebutan kami untuk tambak di pinggir laut - untuk mencari ikan dan kepiting. Berbagai jenis ikan laut dan ikan air tawar bisa diperoleh. Kalau beruntung, bisa menangguk sembilang, ikan mirip lele berpatil tiga yang rasanya enak sekali, kerapu, udang-udang dalam berbagai ukuran, kadra (belanak) dan lain-lain. Menangkap ikan-ikan tersebut dengan menggunakan tangguk, berupa tabung seperti bubu yang kedua ujungnya terbuka.Dengan diterangi cahaya lampu petromak, ikan-ikan akan mendekati sumber cahaya, dan saat itulah tangguk dibenamkan. Ikan yang terkurung di dalamnya ditangkap dengan tangan dari ujung tangguk bagian atas yang terbuka. Sulit saya membayangkan untuk menangkap ikan sembilang dalam air berlumpur, dengan penerangan lampu petromak, tanpa kena patilnya yang berjumlah tiga. Kenyataannya memang hampir tidak pernah ada yang kenal patil sembilang. Kami anak-anak memang tidak diperbolehkan menangkap ikan langsung dari tangguk. Paling kami diperbolehkan memegang dan belajar menangkap ikan yang sudah ditangkap sebelumnya dan ditaruh dalam ember berisi air.

Memancing kepiting perlu persiapan-persiapan. Mulai dari mencari umpannya, yang khusus untuk menarik minat kepiting untuk mendekati pancingan. Umpan yang sering dipakai adalah daging musang yang segar, dan baru dipotong menjelang berangkat ke tambak. Satu atau dua hari sebelum memancing kepiting, beberapa orang sudah berkeliling di sekitar rumpun-rumpun bambu untuk membaui keberadaan musang, yang berbau seperti daun pandan. Musang biasanya aktif mencari makan di malam hari, dan siang hari tidur di atas batang-batang bambu.

Jika ada musang yang dijumpai, orang-orang lain akan dipanggil untuk menangkap musang, yang dilakukan dengan tangan kosong. Beberapa orang akan memanjat rumpun bambu untuk menggoyangkan batang-batang bambu sehingga musang akan pusing dan melompat ke bawah, dimana beberapa orang lainnya sudah menunggu. Saat musang menyentuh tanah, ekornya langsung akan ditangkap dan diseret berputar, sehingga musang tidak punya kesempatan untuk memutar badannya untuk menggigit. Gigitan musang yang bergigi tajam susah dibayangkan akibatnya, dan seingat saya belum pernah ada yang tergigit. Kadang supaya gampang diikat, musang yang ekornya dipegang erat-erat oleh satu atau dua orang diputar berkali-kali sehingga musang - dan orang yang memutarnya juga - pusing dan tidak berdaya. Saat itulah tali yang sudah disiapkan dikalungkan ke badan musang dan diikat dengan kuat. Kalau yang mau memancing kepiting jumlahnya banyak, dan diperkirakan satu ekor musang tidak akan cukup untuk umpannya, kembali orang-orang bergerak untuk mencari musang lainnya. Bisa dua atau tiga ekor sekali mencari.

Sekali waktu, saat menangkap musang, ketika musang melompat dari batang bambu ke tanah untuk melarikan diri, orang yang dekat dengan tempat jatuh musang kebetulan membawa parang. Secara reflek dia mengacungkan parang dengan sisi tajam ke atas ke arah musang jatuh. Musangnya jatuh ke atas parang dan terpotong menjadi dua, sehingga tidak bisa dipergunakan lagi, karena memancing kepiting akan dilakukan dua hari ke depan. Dengan menggerutu orang-orang terpaksa mencari musang pengganti.

Pernah juga, seekor musang jantan besar tertangkap dan diikat dengan kuat. Saat itu beberapa ekor musang lainnya yang berukuran lebih kecil berlarian dari batang bambu dan jatuh ke bawah. Dengan bersemangat orang-orang mengejar musang-musang tersebut. Seorang kawan saya - kami terlalu kecil untuk mengejar musang di semak belukar yang lebat - mengoleskan balsem ke pantat musang. Kepanasan, musang menjerit dan meronta dengan hebat, sehingga talinya terlepas dan musangnya melarikan diri. Saat orang-orang kembali dari mengejar musang-musang kecil dengan tangan hampa - musangnya gagal ditangkap - mereka hanya mendapati tali pengikat musang yang terjuntai, kosong. Musangnya telah selamat melarikan diri. Saat ditanya apa yang terjadi, kami hanya menjawab tidak tahu. Jadilah waktu itu memancing kepiting gagal karena umpannya tidak ada.

Lewat tengah malam, musang yang tertangkap akan dipotong. Dagingnya dibagi-bagi kepada peserta mancing. Daging musang dipotong kecil-kecil, diikat pada ujung tali plastik ataupun tali yang dibuat dari kulit pohon waru (bak siren) yang pada ujung lainnya diberi kayu yang diruncingkan untuk ditancapkan ke tanah. Satu orang bisa membawa belasan atau bahkan puluhan pancing. Menjelang subuh, para pencari kepiting berangkat ke loksi pemancingan dengan menggunakan sepeda. Selama setengah jam, mereka akan mendayung dalam kesunyian perkampungan yang masih tidur nyenyak.Sesampai di tujuan, pancing-pancing ditambatkan pada jarak tertentu pada posisi yang diperkirakan ada kepiting. Setelah itu tinggal menunggu. Jika tali pengikat umpan bergerak-gerak atau menegang, dipastikan umpan tersebut sedang dimakan oleh kepiting. Untuk menangkap kepiting, tangguk disiapkan, sambil menarik tali pelan-pelan. Jika kepitingnya sudah nampak dibawah permukaan air, tangguk dimasukkan untuk mengurung kepiting. Setelah diangkat, kepiting harus diikat dengan tali yang suah disiapkan - biasanya sama dengan tali pancing, yaitu tali plastik ataupun tali dari kulit pohon waru. TAngguk diletakkan terbalik ditanah, tangan kiri menekan cangkang kepiting, tangan kanan menyibak jaring tangguk dan mengikat tali sekeliling badan kepiting sehingga semua kaki dan capitnya terikat. Baru kemudian kepiting bisa dimasukkan ke dalam keranjang dengan aman. Jika terlepas, kepiting akan melarikan diri, dan susah untuk ditangkap dengan tangan kosong, karena capitnya melambai-lambai mengancam. Kepiting harus ditangkap hidup-hidup, dan harus tetap hidup sebelum diolah. Kepiting mati manjadi kurus, bahkan kalau dijual di pasar harganya sangat rendah dibandingkan dengan kepiting hidup.

Jika beruntung, banyak kepiting yang di dapat walaupun tidak jarang kadang para pemancing pulang dengan tangan hampa. Sebagian kepiting dikonsumsi sendiri, sebagian jagi dijual di pasar, kalau tangkapannya banyak.

Sewaktu kelas lima SD, saya dan Han diajak seorang keponakan - yang berumur jauh lebih tua - untuk memancing kepiting di tambak-tambak di daerah Nyong. Umpannya adalah daging ikan hiu kering. Memancingnya siang hari, di hari Minggu. Dengan bersepeda kami berdua berangkat ke rumah keponakan tersebut, yang berjarak sekitar tiga kilometer. Tambak tempat memancing kepiting hanya berjarak sekitar setengah kilometer dari rumahnya, dengan pematang lebar dari lumpur tambak kering, degan kulit tiram di sana-sini. Kulit tiram cukup tajam untuk membuat kulit kaki terluka. Keponakan tersebut dengan santai berjalan memijaki kulit kerang dengan kaki telanjan tanpa terluka, sementara kami harus hati-hati berjalan pelan untuk menghindari kulit tiram. Rupanya kuncinya adalah berjalan cepat memijaki kulit tiram supaya tidak terluka. Jika berjalan pelan, kaki akan terluka, kata keponakan tersebut. Beberapa ekot kepiting berukuran cukup besar berhasil di dapat. Kami di ajak keponakan tersebut menuju ke saluran air dari laut yang mengisi air ke tambak. Cahaya matahari yang terik tidak terasa karena keteduhan pohon bakau. Di air, gerombolan cacing laut berkaki banyak seperti lipan dengan badan berwarna warni seperti pelangi berenang melayang-layang. Tanpa basa-basi, keponakan saya menyeret saya ke air. "Ayo kita menyelam", katanya. Dia membawa saya ke bawah permukaan air, melintasi air yang terasa asin dibibir. Saya megap-megap menahan napas, meronta-ronta supaya lepas ke permukaan. Keponakan tersebut semakin dalam menyeret saya ke bawah air, melintasi akar bakau yang bertonjolan, kemudian naik kembali kepermukaan air. Saya - yang tidak bisa berenang - memegang erat-erat tangan dan leher keponakan tersebut - nyaris mencekiknya - karena ketakutan. Han hanya tertawa saja dari pematang tambak. Kejadian tersebut membuat saya ketakutan akan air dan tidak bisa berenang sampai sekarang.

Kepiting yang diperoleh dimasak asam keueueng, dengan kuah berwarna hitam. Atau dilemak dengan santan. Sisanya direbus, untuk dapat disimpan lebih lama. Kami - saya dan Han, sementara Nong dan Sal tidak terlalu suka kepiting - selalu berebut kepiting, terutama cangkangnya, apalagi yang banyak telurnya, dan capit-capitnya. Kepiting rebus yang rencananya disimpan untuk heri berikutnya juga menjadi gundul, capit dan kakinya kami ambili sebagai camilan.

Saturday, March 05, 2011

Elang

Rasanya sudah lama sekali tidak melihat burung elang terbang di angkasa ...

Friday, March 04, 2011

Mini Twister

Tiba-tiba saja pusaran angin terjadi saat kami melintas, menimbulkan gumpalan debu tebal. Sempat terbelah oleh truk yang parkir, kemudian tergabung kembali membentuk pusaran yang lebih besar, sehingga mengkhawatirkan. Apalagi ketika arahnya menuju ke tempat kami berdiri. Tetapi, kemudian arahnya berubah, pusarannya semakin mengecil. Setelah menyeberang lapangan, mendekati jalan, pusaran angin menghilang.