Thursday, March 06, 2014

Palasik di Sumbar

Ainia baru berumur satu bulan ketika kami membawanya ke berbagai tempat di Sumatra Barat. Di Pasar Atas Bukittinggi, menengok Ainia lelap dalam gendongan, ibu-ibu pedagang kain mengajukan pertanyaan, "Sudah berapa umurnya?" Beberapa orang pembeli juga menanyakan hal yang sama. Ada rasa kasihan terpancar di wajah mereka, menimbulkan tanda tanya. Kami tidak menggubrisnya, toh Ainia juga tidak apa-apa.

Kali kedua kami membawa Ainia ke Sumatra Barat, usianya sudah tiga bulan. Di Batusangkar, begitu kami sampai ke rumah tempat kami berkunjung, Ainia menangis keras. Keras sekali sampai terpekik-pekik. Kami panik dan khawatir, mungkin Ainia masuk angin atau sakit perut karena perjalanan jauh, yang umum untuk bayi seusia dia. Tetapi, tuan rumah kami, seorang lelaki berusia lima puluhan, punya pendapat lain. Dia segera ke kebun samping rumahnya, menembus hujan gerimis, dan kembali dengan segenggam daun. Berwarna hijau pekat, sedikit basah oleh air hujan, nampak seperti daun kare yang harum, tetapi bukan. Dia meremas daun tersebut dalam semangkok air, kemudian mengusap sedikit air remasan daun tersebut ke wajah Ainia. Dia mengucapkan sesuatu dalam bahasa Minang, artinya tidak jelas bagi saya karena dia mengucapkannya terlalu cepat. Yang terdengar, "Inyiak, iko cucu, baru tibo. Pailah, tinggalkan inyo surang". Ajaib. Sontak tangisan Ainia terhenti.

"Jika air remasan daun ini berbau harum, berarti ada yang ganggu. Ini tidak berbau harum. Mungkin Ainia hanya menampak saja", jelas tuan rumah kami.

Saat pulang dari Maninjau, di daerah Lubuk Basung, saat magrib Ainia menangis lagi. Kali ini lebih lama. Upaya tuan rumah kami untuk menenangkan Ainia makan waktu lebih lama. Ketika tangisan Ainia berhenti saat kami singgah salat, tuan rumah kami mengatakan bahwa Ainia mungkin sakit perut. Nanti sesampai di Batusangkar biar dibawa ke tempat di Man, yang terkenal ahli dalam menangani bayi yang rewel.

Tempat Man ternyata dalah sebuah warung kebutuhan sehari-hari, yang juga merangkap sebagai warung kopi. Lokasinya masih di Kotopanjang, hanya berjarak beberapa ratus meter dari rumah tempat kami menginap di Batusangkar. Man berusia sedikit lebih muda dari tuan rumah kami, mungkin akhir empat puluhan.

"Iko kanai palasik", simpul Man. Obatnya sederhana saja, air perasan jeruk nipis dan abu tungku dapur, diaduk dan dioleskan ke perut. Terlihat Man membaca sesuatu - tidak jelas terdengar, karena Man mengucapkannya nyaris berbisik dan dalam bahasa setempat.

"Besok kemari lagi biar dibikin penangkalnya", kata Man. Karena kami akan balik ke kota kami besok, tuan rumah kami memohon supaya penangkal yang ada pesanan orang lain didahulukan untuk kami. "Boleh", kata Man. Tetapi kami tetap harus mengambilnya besok pagi.

Palasik adalah sejenis makhluk jadi-jadian dalam kepercayaan masyarakat Minang. Asalnya adalah dari para penganut ilmu hitam, dan diwariskan secara turun temurun. Yang mewarisi hanya keturunan perempuan - karena itu belum ada terdengar adanya palasik yang laki-laki.

Palasik biasanya mengisap darah bayi melalui ubun-ubunya. Cerita Wak, seorang Melayu Asli yang berasal dari Bagan, palasik harus diberi makan secara teratur. Jika, tidak, orang-orang di sekelilingnya - kadang keluarga dekatnya - yang akan menjadi korban. Palasik bisa mengisap dayah bayi yang ubun-ubunnya masih lunak hanya dengan memandangnya saja. Karena itu, hati-hati saat membawa bayi jika berpapasan dengan seorang wanita - biasanya yang sudah tua -, wanita tersebut menengok si bayi dalam-dalam, bisa jadi dia sedang memangsa si bayi. Si bayi akan terkejut, menangis hebat sampai kejang-kejang dan payah berhenti sampai kecapekan sendiri. Tanda-tanda lain bayi yang terkena palasik adalah matanya mengeluarkan kotoran, demam tinggi, dan diare.

Obatnya? "Jika sibayi menangis saat berpapasan dengan seorang wanita tua dan dicurigai wanita tersebut adalah palasik, kasihkan saja bayinya ke orang tersebut. Usahakan sampai dia memegangnya", kata seorang kawan dari Sumbar. Dengan menyerahkan bayi kepada si palasik, pengaruh palasik atas bayi tersebut akan hilang dengan sendirinya.

Selain itu, rukiyah juga sangat membantu. Dalam http://quranic-healing.blogspot.com/2013/12/meruqyah-anak-yang-kena-sihir-palasik.html, seorang blogger menulis tentang rukiyah  seorang bayi berusia 5 bulan yang terkena palasik. "Alhamdulillah tadi pagi jam 9-10 meruqyah bayi perempuan berumur 5 bulan dengan gejala selalu nangis sampai kejang2 dan terkadang menurut pengakuan bundanya sampai jam 2 malam baru berhenti nangis dan tertidur.biasanya anak ini mulai nangis habis ashar.ketika sang bunda memberikan ASI dia sering terkejut.kejadian ini berlangsung hampir 2 bulan.membuat sang bunda pun bingung dan menangis.kalau orang kampung bilang gejala ini mirip dengan sihir PALASIK ( MINANG). ketika di ruqyah tidak ada reaksi apa2 cuma anak itu kelihatan lebih tenang. setelah diruqyah anak ini tertidur pulas,dan sampai detik ini sang bunda gak ada mengeluhkan tentang anaknya.mudah2an sudah tidak terjadi apa2.amiin.salam tauhid !"

Tetapi, Dr.H.Jondri akmal, MARS, melalui blognya http://blogdjondris.blogspot.com mempunyai pendapat yang berbeda. Katanya, bayi dengan ciri-ciri seperti kena palasik itu sama dengan bayi yang mengalami gizi buruk. Lebih jelas, Dr.H.Jondri akmal, MARS menuturkan sebagai berikut:

Lebih lengkapnya di  http://blogdjondris.blogspot.com/2013/09/palasik-dan-gizi-buruk.html.

Bagaimana dengan Ainia? Dia memang tidak menangis lagi seperti kejadian yang lalu yang menyebabkan semua orang panik. Kami juga tidak ingin memasang jimat apapun, karena jimat adalah benda yang tidak punya kuasa apapun untuk melindungi apapun dan siapapun. Untuk tidak melukai hati tuan rumah dan Man, esoknya kami mengambil tangkal. Berbentuk seperti dompet kecil yang berisi beberapa bahan (kata Man berisi beberapa jenis bumbu dapur yang konon ditakuti oleh palasik) terbuat dari kain hitam dengan benang warna-warni untuk dijadikan kalung. Man berbesan supaya dipakai setiap waktu. Insya Allah palasik tidak akan berani mendekat. Juga jika Ainia sakit perut, supaya perutnya diolesi dengan campuran abu dapur dan air perasan jeruk nipis.

Apakah Ainia memang terkena palasik? Wallahu 'alam. Sampai saat ini Ainia tumbuh sehat seperti bayi normal lainnya, Insya Allah.

Makhluk gaib memang aada, palasik bisa jadi ada, tetapi kami sudah bertekad tidak akan memasang jimat apapun pada Ainia. Penangkal jimat yang diberi Man mungkin ditakuti oleh palasik, tetapi kami tidak mau berlindung pada benda yang jelas tidak punya daya apapun. Penangkal palasik itu masih saya simpan, sebagai kenang-kenangan etnis dari Sumbar. Sesekali, kami membaca atau memutar kaset ayat-ayat rukiyah untuk berjaga-jaga. Kami lebih yakin atas perlindungan Yang Maha Kuasa dibanding dengan jimat penangkal.