Sekitar jam delapan malam perjalanan kami lanjutkan kembali. Rumah-rumah penduduk mulai jarang, hingga akhirnya kiri kanan jalan yang kami lalui diselimuti kegelapan total kebun sawit. Tidak ada tanda-tanda lampu ataupun cahaya lainnya dari rumah-rumah penduduk. Jalanan kecil dan bergelombang, dengan lubang-lubang menganga di sana-sini. Sesekali kami berpapasan dengan truk-truk yang bermuatan berat. Sepeda motor jarang nampak.
Tiba-tiba saja jalan mulus dan lebar menyambut kami. Kami sudah memasuki daerah Aceh SIngkil, yang nampaknya sedang menggeliat mempercantik diri. Cahaya terang mulai nampak dikejauhan, rumah-rumah penduduk semakin rapat. Sekitar jam dua belas malam, tugu Kota Singkil menyambut kami.
Jalanan menuju Hotel tempat kami menginap tergenang air, air pasang yang naik setiap malam. Disitulah dia, bangunan tiga lantai mendongak dengan angkuh bermandikan cahaya, sementara bangunan sebelah kiri dan kanan hotel dan juga di seberang jalan nampaknya tidak berpenghuni lagi. Kenderaan ramai parkir di depan hotel. Juanto memesan kamar untuk kami. Perjalanan jauh dari Meulaboh ke Singkil sudah sampai ke tujuan. Kami berharap bisa tidur dengan nyenyak malam ini, membuang kepenatan selama perjalanan, untuk mempersiapkan diri menghadapi pekerjaan besok hari.
Pada saat gempa 28 Maret 2005, permukaan tanah di daerah Singkil turun sekitar 60 cm. Akibatnya, setiap pasang, air laut akan menggenangi daratan. Kota Singkil paling parah. Setiap sore, pada saat pasang naik, air menggenangi pemukiman. Penduduk banyak yang pindah mencari lokasi baru. Mereka yang tidak mampu tinggal dipengungsian, atau kamp-kamp sementara yang dibangun seadanya sekedar cukup ada dinding dan atap. Dengan bonus jendela dan pintu ala kadarnya.
Tempat penginapan kami adalah sebuah hotel bertingkat tiga. Namanya Hotel Island, berlokasi di daerah Pulo Sarok. Dulu daerah ini adalah daerah yang ramai, dengan prospek pengembangan yang cukup bagus. Sekarang, hanya tinggal hotel ini sendiri yang masih berpenghuni. Pemukiman di seberang jalan di depan hotel sudah ditinggalkan. Jalannya sendiri mempunyai dua ruas, yang segera berubah menjadi sungai setiap pasang naik. Usaha pemerintah sudah dimulai, ditandai dengan tumpukan batu dan kerikil untuk meninggikan jalan.
Kami – saya, Juanto dan Anto – sekamar bertiga. Kamar-kamar lainnya penuh oleh tamu – rata-rata karyawan atau undangan CRS. Mereka akan mengadakan seminar selama dua hari mulai besok, mengenai pengumpulan data-data awal yang akan dipergunakan untuk program kesehatan CRS di Aceh Singkil.
Kami makan nasi goreng disebuah cafe – atau lebih tepat disebut warung – yang berjarak kira-kira dua ratus meter dari hotel. Nasi gorengnya terasa aneh menurut lidah saya. Diseberang jalan nampak samar-samar bangunan dan rumah-rumah kosong yang tidak lagi berpenghuni, dan pada malam hari tergenang air pasang. Jalanan sebelah kanan hotel berubah menjadi genangan air bergelombang. Tidak ada kenderaan yang melintas. Laut hanya berjarak sekitar tiga ratus meter dari hotel, tenang dan berminyak tanpa ombak. Dikejauhan nampak lampu-lampu sebuah kapal yang sedang berlabuh.
Pagi-pagi seusai subuh saya berjalan-jalan sekeliling hotel ke arah pantai. Bangunan-bangunan melompong ditinggalkan penghuninya. Bekas genangan air pasang semalam masih nampak dibeberapa tempat. Disebuah muara sungai kecil, nampak beberapa perahu nelayan yang baru pulang dari mencari ikan. Perahu kecil-kecil, dengan awak satu orang. Seorang pengumpul sudah menunggu. “Kami butuh jaring yang lebih baik”, kata seorang nelayan yang baru mendarat. Tidak banyak ikan yang dibawanya pagi itu. Beberapa kilogram ikan berpindah tangan, bertukar dengan beberapa lembar uang kertas. Beberapa kali lagi transaksi terjadi dengan nelayan-nelayan lainnya, sebelum akhirnya pengumpul ikan mengayuh sepedanya dan meninggalkan tempat tersebut.
Tugas kami adalah mengumpulkan sampel-sampel air dari berbagai lokasi di Singkil, kemudian memetakannya. Sebuah rencana sudah dibuat: awalnya kami akan mengambil sampel sekitar kota Singkil, kemudian malamnya kami akan melakukan analisa kualitas air. Besoknya kami akan mengambil sampel-sampel air dari Kecamatan Danau Paris. Terakhir, kembali kami akan ke Kecamatan Danau Paris untuk mengambil sampel air dari air terjun Bisgang dan kemudian menuju ke danau Paris. Selesai semuanya, kami akan balik ke Meulaboh melalui jalur yang berbeda. Perjalanan pulang akan kami lakukan lewat Medan – Beureunuen – Geumpang – Meulaboh.
No comments:
Post a Comment