... - Sidimpuan (4): Sidimpuan - Tarutung
Jam sembilan lewat kami pamitan pada tuan rumah untuk melanjutkan perjalanan kami. Rencananya kami akan menuju Tarutung lewat Sibolga, karena lewat Sipirok jalanan sangat jelek, saat kami lewat daerah itu Agustus 2009. Lewat Sibolga memang lebih jauh sektar 60-an kilometer diibandingkan dengan lewat Sipirok. Ternyata dugaan kami meleset. Keluar dari Sidimpuan, kami menghadapi jalan yang kecil dan rusak. Jika ada kenderaan roda empat dari berlawanan arah, salah satu terpaksa mengalah dan berhenti sehingga yang lainnya bisa lewat. Beberapa kali kami terpaksa mundur untuk mencari tempat yang lapang, karena jalan begitu sempitnya saat truk besar melintas. Sangat menyiksa. Belum lagi perut lapar minta diisi, sementara tidak ada satu rumah makanpun yang nampak. Baru jam sebelas malam lewat kami mendapati sebuah rumah makan muslim di Batangtoru, yang halaman parkirnya dipenuhi truk-truk berisi berbagai macam barang. Kami berhenti di sana dan memesan makanan. Warungnya besar, dengan berbagai fasilitas. Kamar kecil sedang dibangun ulang, di depan kolam besar dengan pondok-pondok kecil di atasnya. Balai-balai tempat beristirahat cukup besar. Musalah tersedia. Ini memang warung persinggahan bagi pelintas jarak jauh yang kekelahan dan butuh tempat beristirahat. Tetapi, pelayannanya minim. Para pelayan sudah kelelahan dan ketus dengan permintaan. Menu sudah jauh berkurang, yang masih dipajang di rak sudah tidak bisa menimbulkan selera makan lagi. Menu baru sedang dimasak, beberapa orang sedang bekerja. Sebuah kuali besar mendesis-desis berisi ikan yang sedang digoreng. Saya memesan mi instant, yang lain memesan nasi dengan lauk apa yang ada. Kopi dan teh segera diantar ke meja kami. Selesai makan, saya solat dan kemudian mencoba untuk tidur di mushola. Hanya sebentar, karena kemudian seorang tukang pijat memijat seorang pelanggannya di sini. Dari arah warung kedengaran suara ramai, pertandingan bola ditelevisi sedang seru-serunya.
Selesai makan kami kembali melanjutkan perjalanan ke SIbolga. Kondisi jalan tidak berubah, kecil, sempit dan berlubang. Truk-truk dan mobil penumpang sesekali melintas. Tidak banyak yang bisa dinikmati karena gelapnya malam. Seharusnya pemandangannya bagus.
Kami sampai di Sibolga jam satu lewat. Seharusnya kami bisa menikmati pemandangan kota Sibolga, cuma diputuskan untuk terus melanjutkan perjalanan ke Tarutung sehingga kami bisa sampai di Prapat pada pagi hari. Saya mendapat giliran pertama menyetir. Jalanan berganti-ganti, aspal yang rusak, jalanan tanah dengan kubangan yang menganga. Beberapa kenderaan parkir di pinggir jalan, penumpangnya duduk di pinggir jalan. Mereka menuju ke arah yang sama dengan kami. Mungkin mereka sedang beristirahat. Kami mencapai puncak Panggabean, diaman dua terowongan terdapat - jalan menembus gunung. Dari sini seharusnya seluruh panorama kota Sibolga bisa nampak, cuma karena gelapnya malam, tidak ada yang nampak. Mungkin lain kali kami akan kembali ke sini.
Jalan luar biasa jelek. Kubangan menganga di badan jalan di berbagai tempat. Dibandingkan dengan lintas Sipirok Tarutung, jalur ini jauh lebih rusak. Seharusnya kami memilih jalur Sipirok Tarutung, dimana jalan yang rusak hanya belasan kilometer saja di daerah Aek Lotung. Lintas Sibolga - Tarutung ini nyaris seluruhnya hancur! Kami merayap sangat pelan di kegelapan malam, tidak ada kenderaan yang melintas dari kedua arah. Warung-warung dipinggir jalan tidak ada yang buka. Persediaan air minum kami habis, dan kami memutuskan akan berhenti di warung pertama yang kami temui.
Di pertengahan antara Sibolga Tarutung, sebuah warung nampak masih buka. Beberapa bus dan truk parkir di depannya. Penerangan berasal dari genset, dan bagian depan warung dibiarkan gelap gulita. Kami mencari tempat parkir, yang hanya tersedia di sebelah kanan jalan, di seberang warung. Tan dan Tejo tidak mau turun, mereka mau meneruskan tidurnya. Didepan warung sekelompok orang duduk-duduk dibangku yng disediakan. Mereka penumpang bus yang akan menuju ke Tarutung. Penumpang lainnya tidur dalam bus. Dalam warung juga disediakan tempat beristirahat bagi supir dan penumpang. Penjaga warung sangat ramah. Minuman hangat segera disediakan, dan saya memesan mi instan. Beberapa botol air minum dalam kemasan juga saya ambil untuk perbekalan. Jam menunjukkan jam setengah empat pagi.
Tarutung tinggal setengah jam perjalanan lagi, kata penjaga warung.
Hujan mulai turun saat kami melanjutkan perjalanan. Jalanan mulai bagus, berganti menjadi aspal. Tiba-tiga saja di sebelah kanan kami , dibawah, nampak panorama kota dengan lampu-lampu yang gemerlapan. Kami sudah memasuki kota Tarutung. Hujan mulai melebat. Beberapa orang nampak melintas dalam pakaian olah raga. Mungkin mereka sedang mau berolah raga pagi saat hujan mulai turun. Kota Tarutung masih sepi, aktivitas belum dimulai. Jam menunjukkan jam lima lewat lima belas menit. Waktunya solat subuh, tetapi tidak ada mesjid yang nampak. Jadi kami tidak berhenti dan melanjutkan perjalanan, sambil berharap ada mesjid yang bisa kami temui di perjalanan. Kios penjual kacang sihobuk berjejer di kiri kanan jalan, buka tetapi penjaganya duduk dengan malas ditempat mereka. Cuaca dingin dalam hujan membuat semua kegiatan menjadi lamban.
No comments:
Post a Comment