Sunday, April 18, 2010

... - Sidempuan (3): Bukit Tor Simago-mago

Meninggalkan kota Sidimpuan, kami meluncur menuju ke Sipirok, yang berjarak sekitar tiga puluhan kilometer. Jalan cukup bagus, walaupun kecil. Kenderaan ramai melintas. Jalan ini adalah jalur lintas tengah Sumatera yang melewati Sipirok menuju Tarutung. Musim durian sudah lama lewat, pondok-pondok penjual durian kosong di kiri kanan jalan. Kios-kios penjual salak Sidimpuan disesaki dengan karung-karung berisi salak yang akan dikirim ke berbagai tempat. Jam lima lewat kami sampai ke kaki bukit Tor Simago-mago, salah satu objek wisata yang ada di Sipirok. Pemandangannya mengesankan, sayang sekali langitnya ditutupi awan. Kami berhenti di sini. Hamparan sawah berisi padi menghijau sampai ke kejauhan. Matahari sore sudah tidak tampak lagi. Udara dingin menusuk tulang. Sebelah kiri kami, bukit Tor Simago-mago nampak samar-samar tertutup kabut. Itulah asal namanya, hilang dan timbul (Tor simago-mago) karena kabut. Kami akan mendaki kesana dan menikmati pemandangan.



Puas menikmati panorama di kaki bukit, kami berangkat kembali. Sekitar lima ratus meter kemudian, kami berbelok ke kanan, memasuki gerbang untuk mendaki bukit. Dua orang pemuda tanggung muncul entah dari mana, menghentikan kami dan minta biaya masuk. Anwar mengatakan sesuatu dalam bahasa Mandailing yang tidak kami mengerti, kemudian menyerahkan selembar uang. Kami kemudian meneruskan perjalanan mendaki. Jalanan kerikil dan mendaki curam. Bekas roda kenderaan roda empat merupakan jalan yang harus kami ikuti. Selebihnya rumput. Di atas bukit pemandangan sangat mengesankan. Dari bukit kecil gundul yang berbentuk hampir seperti tempurung, kami bisa melihat sekeliling kami, 360 derajad. Luar biasa. Pemandangan akan semakin indah seandainya langit cerah. Tanah bukit ditutupi rumput yang tumbuh dengan subur. Sayang sekali sampah bekas pengunjung berserakan di mana-mana. Di titik tertinggi bukit, menara telekomunikasi menjulang tinggi.




Pemandian Air Panas Aek Milas Sosopan, Hutabaru

Lewat jam enam kami menuruni bukit Tor Simago-mago. Tujuan selanjutnya adala pemandian air panas Aek Milas Sosopan, Hutabaru, yang berjarak sekitar satu kilometer dari tempat kami sekarang. Jalanan penuh dengan pengunjung. Kenderaan roda dua dan roda empat parkir di kiri kanan jalan membuat jalan sempit menjadi lebih sempit. Kami ikut parkir di sebelah kiri jalan. Kolam air panasnya terletak di sebuah mesjid kecil, dengan jarak sekitar seratus meter menuruni jalan. Catatan pada tangga menunjukkan tempat ini dibangun pada tahun 1972. Pengunjung ramai dan sepertinya terus berdatangan. Anwar masuk sebuah warung, meminjam ember dan kain basahan. Tempat mandi terpisah untuk laki-laki dan perempuan. Untuk perempuan berada di sebelah kiri mesjid, tertutup dengan dinding. Untuk laki-laki berada di sebelah kanan. Kolamnya cukup besar, sekitar tigapuluh kali lima meter. Tersedia toilet dan kamar mandi. Lantainya semen. Para pengunjung memenuhi pinggir kolam, menyiduk air dengan gayung dan mandi. Sebagian masuk ke dalam kolam yang mengepul. Airnya cukup panas, jauh lebih panas dibandingkan dengan air panas di Padang Gantiang, Sumatera Barat. Saya dan Tan memutuskan untuk tidak mandi. Anwar, Yan dan Tejo bersiap untuk mandi. Air panas di sini dipercaya menyembuhkan berbagai penyakit. Itulah sebabnya pengunjungnya tidak pernah sepi, berdatangan dari berbagai tempat, bahkan dari luar daerah.

Solat magrib dilakukan secara berjamaah di mesjid kecil tersebut. Pengunjung terus berdatangan, saat kami meninggalkan kolam. Kami masuk sebuah warung yang terletak di pinggir tangga. Hanya ada minuman dan makanan kecil. Kopi dan teh dipesan. Kerupuk ubi yang dimakan dengan sambal cabe merah nampaknya enak. Saat kami coba, rasanya memang enak! Mengingatkan kembali akan masa kecil culu, makan opak yang diberi sambal cabe merah. "Ini sambal taruma", Anwar menjelaskan. Taruma artinya kolong rumah. Kenapa namanya sampai aneh begitu, Anwar tidak bisa menjelaskan. Tetapi rasanya memang enak. Mungkin karena cuaca dingin dan perut sudah lapar minta diisi.











Sekitar jam setengah delapan kami meninggalkan lokasi pemandian air panas kembali ke Sidimpuan. Jalanan tetap ramai seperti siang tadi, bahkan sekarang bus-bus besar ikut melintas. Jam delapan lewat kami sampai kembali ke rumah duka, yang sudah ramai oleh orang-orang yang bertakziah dan membaca doa. Kami ikut bergabung dengan mereka. Acaranya berlangsung sekitar setengah jalm, kemudian orang-orang mulai pulang. Tuan rumah kembali bergabung dengan kami.

No comments:

Post a Comment