Sumbar (hari 2)
Jalan ke Padang melalui Tinjau Laut curam dan berkelok-kelok, dan rawan longsor saat hujan lebat. Papan-papan peringatan untuk tidak melanjutkan perjalanan saat hulan lebat terpampang dimana-mana. Lewat asar kami sampai di Indarung. Setelah beristirahat untuk shalat, perjalanan kembali diteruskan ke Lubuk Alung, untuk kemudian berhenti lagi untuk beristirahat di salah satu pondok jagung rebus yang banyak terdapat didaerah Sicincin. Menjalang malam, kami sampai di lembah Anai, dimana kami beristirahat dan makan malam.
Kami menghabiskan malam di sebuah rumah makan di Pariaman, yang menyediakan fasilitas untuk penumpang kenderaan yang ingin beristrirahat. Paginya setelah sarapan kami langsung ke Pantai Arta, Pariaman.
Bekas gempa di Pantai Arta, Pariaman
Anak-anak penjual makanan kecil (udang dan kepiting goreng) di Pantai Arta
Dari Pariaman, perjalanan diteruskan ke Maninjau melewati Lubuk Basung dan Muko-muko. Menjelang pendakian kelok empat-puluh-empat, kami berhenti disebuah rumah makan sederhana untuk makan siang.
Kelok empat puluh empat terkenal dengan kecuraman pendakian/penurunan dan tikungan-tikungan yang tajam. Ada 44 kelokan yang dinomori pada setiap tikungan. Tikungan yang paling patah dan paling terjal adalah kelok 22.
Melewati kelok 44, kami berhenti di Embun Pagi, dimana panorama Danau Maninjau bisa dinikmati dengan luas. Toko-toko suvenir berjejer di sini, menawarkan beragam cendera mata yang eksotis.
Puas menikmati panorama Danau Maninjau, kami kembali ke Bukittinggi melewati Matur dan Padang Luar. Tidak berapa jauh dari Embun Pagi, kami kembali berhenti untuk menikmati panorama luar biasa dari jalan yang kami tempuh saat ke Maninjau tadi.
No comments:
Post a Comment