Menjelang masa panen palawija usai, pada saat-saat luwah blang sebelum masuk musim membajak, tibalah masa drop daruet (menangkap belalang). Hujan yang mulai sering turun membuat kegesitan berkurang sehingga sangat gampang ditangkap. Pesawahan mulai digenangi air, dan disela batang-batang kacang kedelai belalang terperangkap dalam genangan air dan tidak bisa terbang. Kami anak-anak siang hari seusai sekolah dan sore hari pergi ke pesawahan secara berkelompok untuk menangkap belalang. Belalang yang tertangkap dikumpulkan dalam botol sirup atau botol limun, atau dalam kantongan plastik. Tempat yang paling disukai untuk menangkap belalang adalah sawah yang ditanami kacang kedelai. Sementara, belalang yang berada di pesawahan yang ditanami dengan tembakau dihindari karena rasanya pahit yang berasal dari daun tembakau yang dimakan belalang tersebut.
Ada berbagai jenis belalang yang bisa dikonsumsi, mulai yang paling kecil hingga yang paling besar. Yang paling gampang ditangkap (dan juga paling enak rasanya) adalah daruet tuet, sejenis belalang berukuran kecil, paling besar hanya sekitar dua sampai tiga sentimeter panjangnya, berbentuk runcing, dengan kepala mirip segitiga lancip. Daruet tuet gampang sekali ditangkap, karena terkesan jinak. Saat didekati dan terancam, belalang ini tidak terbang, hanya melompat pendek saja. Sebagian besar hasil tangkapan kami adalah belalang jenis ini.
Versi lebih besar dari daruet tuet adalah daruet canggang, yang bisa berukuran sekitar lima sampai tujuh sentimeter. Belalang ini jauh lebih gesit dibandingkan dengan daruet tuet, sehingga lebih susah ditangkap. Kadang harus dikejar-kejar sampai jauh, dipukul dengan tongkat bambu lentur yang kami bawa. Butug waktu yang cukup lama untuk mendapatkan daruet canggang, sementara kalau terus menangkan daruet tuet bisa dapat lebih banyak.
Yang paling besar dan paling gesit adalah daruet bang. Ini adalah belalang berukuran besar berwarna kehijauan dengan jarak terbang yang paling besar. Susah sekali untuk bisa menangkap belalang ini. Mendapatkan belalang ini adalah kebanggaan bagi kami anak-anak. Perlu waktu lama untuk mengejar belalang ini, karena setiap didekati, ia akan terbang jauh. Kadang jika pesawahan berada di pinggir hutan, belalang ini akan hinggap di pepohonan waru yang tinggi dan kadang ada ular pagarnya, sehingga kami anak-anak dengan berat hati berhenti mengejar. Versi lain dari daruet bang adalah daruet awe, yang rupanya mirip sekali dengan daruet bang, hanya warnanya saja yang kekuningan. Jika mendapatkan daruet bang adalah cukup susah, maka untuk mendapatkan daruet awe adalah lebih susah lagi, karena lebih gesit dan lebih kuat terbangnya. Padahal, daruet bang dan daruet awe paling tidak enak rasanya, kulitnya keras dan banyak ampasnya.
Yang lebih gampang ditangkap dari daruet bang dan daruet awe adalah daruet kok, yaitu daruet bang atau daruet awe yang baru ganti kulit. Kondisinya lemah dan tidak bisa terbang karena sayap luarnya masih pendek. Daruet kok menghindar hanya dengan melompat saja.
Ada juga daruet yang tidak ditangkap, karena tidak dimakan. Sejenis belalang yang mirip dengan daruet bang berwarna coklat berukuran sekitar tiga sampai empat sentimeter dengan sudut-sudut tubuh yang runcing tidak ditangkap. Kami menyebutnya dengan daruet ek asee (belalang taik anjing). Sejenis belalang berukuran besar dengan sungut panjang yang disebut dengan daruet minyeuk juga tidak dimakan. Begitu juga dengan daruet kleng (jangkrik).
Bagi kami anak laki-laki, mendapatkan daruet bang dan daruet awe adalah kebanggan. Saat pulang, kami sering membandingkan siapa yang paling banyak mendapatkan daruet bang dan daruet awe. Dan biasanya, yang banyak mendapatkan belalang berukuran besar, biasanya tangkapannya sedikit. Waktunya habis dipergunakan untuk menguber daruet bang dan daruet awe yang susah ditangkap. Beda dengan anak perempuan yang lebih memilih daruet tuet dan darut canggang - sekali-sekali kalau beruntung dapat daruet kok - biasanya tangkapannya jauh lebih banyak dibandingkan degan anak laki-laki.
Ketika hujan turun lebat di sore hari, pesawahan diramaikan oleh anak-anak dan kadang juga oleh orang dewasa yang menangkap belalang. Air membuat sayap belalang basah dan berat, sehingga sulit untuk terbang. Bahkan daruet awe dan daruet bang yang terkenal kuat dan gesit juga sulit untuk terbang. Saat-saat seperti ini biasanya kantong plastik kami banyak terisi oleh belalang yang berukuran besar, seperti daruet canggang, daruet kok, daruet bang dan daruet awe.
Saat belalang melimpah di pesawahan, malam hari penduduk desa bergerombol menangkap belalang dengan menggunakan panyet pliek - lampu minyak. Kelap kelip lampu memenuhi persawahan. Sejumlah besar belalang biasanya bisa dibawah pulang oleh masing-masing orang menjelang pulang. Wilayah tangkapan juga lebih jauh. Jika kami anak-anak hanya menjangkau wilayah Blang Cut - paling jauh sampai ke Alue saja, kalau malam hari bisa sampai ke Lueng Tahe atau bahkan ke Pulau Labu yang berjarak lebih dari satu kilometer.
Belalang yang didapat bisanya dibiarkan dulu selama beberapa jam sehingga kotorannya keluar semua dan menjadi bersih. Kemudian belalang diguyur dengan air panas. Belalang yang berukuran besar dibuang dulu sayapnya dan duri-duri kakinya yang runcing. Sementara daruet tuet dan daruet kok dibiarkan apa adanya. Mengolahnya sederhana saja. Bagi kami anak-anak, belalang dimasak hanya dengan digarami dan digoreng dengan minyak panas, kemudian dimakan dengan nasi putih. Rasanya luar biasa, tidak tergambarkan. Jika belalang yang didapat berjumlah besar, selain digoreng ibu-ibu biasanya juga memasak menjadi makanan asam pedas atau dipepes. Masakan belalang jenis ini juga kadang bisa dijumpai di pasar subuh Lueng Putu.
Bagi anak-anak sekarang, belalang mungkin adalah sejenis makhluk yang menjijikkan dan tidak akan termakan. Saya yakin sekali di kampung kami saat ini tidak ada lagi anak-anak ataupun penduduk yang menangkap belalang untuk dimakan. Dulu, bagi kami, belalang adalah makanan lezat sebagai lauk pendamping nasi. Keceriaan menangkap belalang di pesawahan di sore hari dan kadang beramai-ramai di malam hari menjadi kerinduan yang tidak tergantikan oleh wahana hiburan apapun yang ada sekarang.
Ada berbagai jenis belalang yang bisa dikonsumsi, mulai yang paling kecil hingga yang paling besar. Yang paling gampang ditangkap (dan juga paling enak rasanya) adalah daruet tuet, sejenis belalang berukuran kecil, paling besar hanya sekitar dua sampai tiga sentimeter panjangnya, berbentuk runcing, dengan kepala mirip segitiga lancip. Daruet tuet gampang sekali ditangkap, karena terkesan jinak. Saat didekati dan terancam, belalang ini tidak terbang, hanya melompat pendek saja. Sebagian besar hasil tangkapan kami adalah belalang jenis ini.
Versi lebih besar dari daruet tuet adalah daruet canggang, yang bisa berukuran sekitar lima sampai tujuh sentimeter. Belalang ini jauh lebih gesit dibandingkan dengan daruet tuet, sehingga lebih susah ditangkap. Kadang harus dikejar-kejar sampai jauh, dipukul dengan tongkat bambu lentur yang kami bawa. Butug waktu yang cukup lama untuk mendapatkan daruet canggang, sementara kalau terus menangkan daruet tuet bisa dapat lebih banyak.
Yang paling besar dan paling gesit adalah daruet bang. Ini adalah belalang berukuran besar berwarna kehijauan dengan jarak terbang yang paling besar. Susah sekali untuk bisa menangkap belalang ini. Mendapatkan belalang ini adalah kebanggaan bagi kami anak-anak. Perlu waktu lama untuk mengejar belalang ini, karena setiap didekati, ia akan terbang jauh. Kadang jika pesawahan berada di pinggir hutan, belalang ini akan hinggap di pepohonan waru yang tinggi dan kadang ada ular pagarnya, sehingga kami anak-anak dengan berat hati berhenti mengejar. Versi lain dari daruet bang adalah daruet awe, yang rupanya mirip sekali dengan daruet bang, hanya warnanya saja yang kekuningan. Jika mendapatkan daruet bang adalah cukup susah, maka untuk mendapatkan daruet awe adalah lebih susah lagi, karena lebih gesit dan lebih kuat terbangnya. Padahal, daruet bang dan daruet awe paling tidak enak rasanya, kulitnya keras dan banyak ampasnya.
Yang lebih gampang ditangkap dari daruet bang dan daruet awe adalah daruet kok, yaitu daruet bang atau daruet awe yang baru ganti kulit. Kondisinya lemah dan tidak bisa terbang karena sayap luarnya masih pendek. Daruet kok menghindar hanya dengan melompat saja.
Ada juga daruet yang tidak ditangkap, karena tidak dimakan. Sejenis belalang yang mirip dengan daruet bang berwarna coklat berukuran sekitar tiga sampai empat sentimeter dengan sudut-sudut tubuh yang runcing tidak ditangkap. Kami menyebutnya dengan daruet ek asee (belalang taik anjing). Sejenis belalang berukuran besar dengan sungut panjang yang disebut dengan daruet minyeuk juga tidak dimakan. Begitu juga dengan daruet kleng (jangkrik).
Bagi kami anak laki-laki, mendapatkan daruet bang dan daruet awe adalah kebanggan. Saat pulang, kami sering membandingkan siapa yang paling banyak mendapatkan daruet bang dan daruet awe. Dan biasanya, yang banyak mendapatkan belalang berukuran besar, biasanya tangkapannya sedikit. Waktunya habis dipergunakan untuk menguber daruet bang dan daruet awe yang susah ditangkap. Beda dengan anak perempuan yang lebih memilih daruet tuet dan darut canggang - sekali-sekali kalau beruntung dapat daruet kok - biasanya tangkapannya jauh lebih banyak dibandingkan degan anak laki-laki.
Ketika hujan turun lebat di sore hari, pesawahan diramaikan oleh anak-anak dan kadang juga oleh orang dewasa yang menangkap belalang. Air membuat sayap belalang basah dan berat, sehingga sulit untuk terbang. Bahkan daruet awe dan daruet bang yang terkenal kuat dan gesit juga sulit untuk terbang. Saat-saat seperti ini biasanya kantong plastik kami banyak terisi oleh belalang yang berukuran besar, seperti daruet canggang, daruet kok, daruet bang dan daruet awe.
Saat belalang melimpah di pesawahan, malam hari penduduk desa bergerombol menangkap belalang dengan menggunakan panyet pliek - lampu minyak. Kelap kelip lampu memenuhi persawahan. Sejumlah besar belalang biasanya bisa dibawah pulang oleh masing-masing orang menjelang pulang. Wilayah tangkapan juga lebih jauh. Jika kami anak-anak hanya menjangkau wilayah Blang Cut - paling jauh sampai ke Alue saja, kalau malam hari bisa sampai ke Lueng Tahe atau bahkan ke Pulau Labu yang berjarak lebih dari satu kilometer.
Belalang yang didapat bisanya dibiarkan dulu selama beberapa jam sehingga kotorannya keluar semua dan menjadi bersih. Kemudian belalang diguyur dengan air panas. Belalang yang berukuran besar dibuang dulu sayapnya dan duri-duri kakinya yang runcing. Sementara daruet tuet dan daruet kok dibiarkan apa adanya. Mengolahnya sederhana saja. Bagi kami anak-anak, belalang dimasak hanya dengan digarami dan digoreng dengan minyak panas, kemudian dimakan dengan nasi putih. Rasanya luar biasa, tidak tergambarkan. Jika belalang yang didapat berjumlah besar, selain digoreng ibu-ibu biasanya juga memasak menjadi makanan asam pedas atau dipepes. Masakan belalang jenis ini juga kadang bisa dijumpai di pasar subuh Lueng Putu.
Bagi anak-anak sekarang, belalang mungkin adalah sejenis makhluk yang menjijikkan dan tidak akan termakan. Saya yakin sekali di kampung kami saat ini tidak ada lagi anak-anak ataupun penduduk yang menangkap belalang untuk dimakan. Dulu, bagi kami, belalang adalah makanan lezat sebagai lauk pendamping nasi. Keceriaan menangkap belalang di pesawahan di sore hari dan kadang beramai-ramai di malam hari menjadi kerinduan yang tidak tergantikan oleh wahana hiburan apapun yang ada sekarang.
Daruet canggang
Daruet minyeuk
Daruet tuet
Daruet kok
Daruet ek asee
Daruet bang kecil
Daruet awe
Daruet bang
Daruet tuet
Daruet Minyeuk
Daruet Kleng
Daruet minyeuk
No comments:
Post a Comment