Tidak banyak pilihan untuk sarapan di bagian kota tempat kami menginap di Jambi. Tempat-tempat makan yang di malam harinya ramai bertebaran di kiri kanan jalan, pagi hari tidak ada yang buka. Kedai-kedai dan gerobak-gerobak makanan melompong tanpa penunggu dan entah jam berapa mereka akan buka kembali. Jadi kami bertiga berjalan kaki tanpa arah dengan harapan ada kedai makanan yang menjual menu sarapan pagi. Sekitar dua puluh menit berjalan santai, kami sampai di sebuah rumah makan yang buka. Menu yang tersaji di rak adalah lontong sayur, nasi goreng dan nasi gemuk. Penasaran, saya memesan nasi gemuk, sementara kedua kawan saya memesan lontong. Yang melayami kami adalah ibu-ibu yang sudah berumur, sementara yang muda-muda sibuk dengan urusan mereka sendiri di dalam.
Ternyata nasi gemuk adalah nasi uduk biasa, atau di Aceh dikenal dengan nama nasi guri. Berbeda dengan nasi uduk yang dijual di kota kami, yang ini lebih 'nendang'. Asesorisnya cukup lengkap, mulai dari kacang tanah goreng, teri goreng, telur, dan kerupuk yang berwarna merah. Seonggok besar sambal yang berwarna merah diletakkan di atas nasi. Masih jauh, memang dibandingkan dengan nasi uduk Medan atau nasi guri Aceh yang dilengkapi dengan sambal goreng kering dan sambal goreng ati (basah), tauco, rendang dan lain-lain. Porsinya cukup banyak untuk membuat kenyang.
Inilah salah satu bentuk keberagaman: satu jenis makanan yang sama punya nama yang berbeda di tempat yang berbeda.
No comments:
Post a Comment