Saturday, January 29, 2011
Friday, January 28, 2011
Sketsa jalan di Aceh dengan perkiraan jarak
Yang memerlukan sketsa jalan di Nanggroe Aceh Darussalam dengan perkiraan jarak dalam kilometer bisa download di sini:
http://www.ziddu.com/download/13656894/peta_aceh_jarak.jpg.html
http://www.4shared.com/photo/tI-obMlz/peta_aceh_jarak.html
http://www.ziddu.com/download/13656894/peta_aceh_jarak.jpg.html
http://www.4shared.com/photo/tI-obMlz/peta_aceh_jarak.html
Thursday, January 27, 2011
Pemandian Umum
Rumah-rumah di pelosok Sumatra Barat yang pernah kami kunjungi mempunyai ciri khas rumah-rumah pedesaan pada umumnya: sejuk, lapang dan rimbun oleh pepohonan. Dapurnya luas, dan menjadi tempat berkumpul pada berbagai kesempatan. Sangat komunal. Kebanyakan, memasak dilakukan dengan menggunakan kayu bakar atau kompor minyak tanah, walaupun ada juga yang menggunakan kompor gas.Tidak ada meja makan, berkumpulnya di bale-bale ataupun di lantai semen yang dialasi dengan tikar lebar ataupun karpet. Suasana kekeluargaan kental sekali.
Sumber airnya biasanya sumur gali yang dalamnya minta ampun. Menimba air dengan menggunakan timba dan kerekan betul-betul olahraga yang sangat menyita tenaga bagi mereka yang tidak biasa. Keluarga-keluarga yang lebih mampu memasang pompa air listrik, yang menyedot air dari sumur dengan gampang. Tetapi seringkali pada masa-masa tertentu air sumur menjadi sangat sedikit dan pompa tidak lagi mengisap air. Air menjadi langka dan dipergunakan betul-betul hanya untuk kebutuhan utama saja.
Saat menghadiri undangan seorang teman untuk acara baralek adiknya, kami tinggal dua hari di pelosok Payakumbuh di Balai Panjang. Karena banyaknya orang dan terbatasnya sumber air, dengan segera tiga sumur gali kehabisan air. Sumur dirumah tempat baralek menggunakan pompa air listrik, dengan air yang jernih kehabisan air. Sumur di rumah sebelah yang sangat dalam juga kehabisan air. Tinggal sumur gali di rumah tetangga yang menggunakan dua buah timba yang dikaitkan ke kerekan air. Saat satu timba dinaikkan ke atas untuk mengangkat air, timba lainnya terbenam dan mengisi air. Sumur ini juga kehabisan air, saat ditimba airnya keruh bercampur lumpur dan tanah dari dasar sumur. Jadi, bagi orang-orang, urusan mandi dan ke toilet harus menggunakan fasilitas umum.
Ada dua pemandian umum yang berdekatan. Yang pertama hanya berjarak sekitar dua ratus meter dari rumah, dikenal dengan pemandian Kolin, menuruni lembah yang terjal menuju ke bak pengumpulan air di dasar lembah. Jalannya tanah yang dibentuk menjadi anak-anak tangga sehingga mudah untuk dilalui. Airnya berasal dari mata air yang sangat jernih. Kolamnya dipasangi kawat duri sehingga orang-orang tidak bisa berenang. Air dari sumber mata air masuk dari pangkal kolam dan keluar diujung kolam, menuju dua buah pipa yang berfungsi sebagai pancuran. Sebuah sekat beton dipasang untuk memisahkan pancuran untuk laki-laki dan perempuan. Airnya mengalir terus sepanjang waktu, selama sumbernya tersedia. Sebelah kanan kolam terdapat sebuah surau kecil. Dibelakang diujung pancuran, dengan jarak agak berjauhan, terdapat bilik kecil yang berfungsi sebagai WC. Dibawah WC tersebut terdapat kolam ikan, yang berisi berbagai jenis ikan air tawar. Lingkungan pemandian Kolin sangat sepi, penuh dengan kerimbunan pepohonan.
Pemandian umum lainnya, Batu Payung, berjarak sekitar satu kilometer dari rumah, melintasi jalan setapak yang sepi melewati kebun-kebun penduduk. Lokasinya ditengah pemukiman penduduk. Di jalan masuk ke kolam pemandian untuk laki-laki terdapat sebuah bukit batu kecil. Semak dan pepohonan perdu tumbuh dengan segan di permukaannya. Batunya membesar di bagian atas seperti pohon, sehingga disebut sebagai batu payung. Bagian penyangga batu yang berukuran lebih kecil penuh dengan berbagai coretan yang dibuat oleh mereka yang sedang jatun cinta dan juga oleh yang sedang mengalami patah hari. Ada dua kolam yang lokasinya berjauhan. Satu untuk laki-laki,dan yang lainnya yang lebih besar untuk perempuan. Pepohonan tumbuh rimbun dan tebal antara kedua kolam tersebut, sehingga menghalangi pandangan antara kedua kolam tersebut. Beberapa kolam ikan berisi berbagai macam ikan air tawar dibuat di sekitar pemandian. Ikan-ikan tersebut mendapat makan dari WC umum - yang berupa bilik-bilik kecil - yang terdapat di setiap kolam. Sebuah surau kecil juga terdapat disitu, berdekatan dengan lokasi pencucian umum. Sepeda motor tidak boleh dicuci di pemandian ini, bahkan untuk masukpun tidak dibolehkan. Sebuah papan bertuliskan pengumuman menegaskan larangan tersebut. Sumber air untuk pemandian ini adalah mata air yang berasal dari gunung. Airnya jernih dan sejuk. Kolam pemandian cukup dalam sehingg orang bisa berenang di dalamnya. Sebuah kios kecil menjual berbagai perlengkapan untuk mandi terdapat di sebelah kolam pemandian laki-laki.
Saat kami sekeluarga sampai disana - setelah berjalan kaki yang menyenangkan melalui jalan yang mendaki dan menurun sekitar lima belas menit - kedua lokasi pemandian penuh dengan orang-orang. Anak-anak berenang dan main air dengan riang. Orang-orang dewasa mandi dengan tenang, menyiduk air dengan timba atau langsung turun ke kolam. Airnya terus mengalir, sehingga tetap bersih karena selalu berganti. Beberapa orang sedang mencuci pakaian dan perlengkapan memasak di ujung kolam.
Mandi di pemandian umum memang menyenangkan. Selain bisa bersosial dengan warga masyarakat lainnya, juga bisa menikmati segarnya air alam dari mata air pegunungan. Tetapi, privasi nyaris tidak ada. Walaupun sangat tabu dan memalukan untuk mengintip kaum perempuan yang mandi, selalu saja ada yang melakukannya. Dan juga, menempuh jarak sekitar satu kilometer - pulang pergi total dua kilometer- secara rutin setiap saat merupakan hal yang berat.
Sumber airnya biasanya sumur gali yang dalamnya minta ampun. Menimba air dengan menggunakan timba dan kerekan betul-betul olahraga yang sangat menyita tenaga bagi mereka yang tidak biasa. Keluarga-keluarga yang lebih mampu memasang pompa air listrik, yang menyedot air dari sumur dengan gampang. Tetapi seringkali pada masa-masa tertentu air sumur menjadi sangat sedikit dan pompa tidak lagi mengisap air. Air menjadi langka dan dipergunakan betul-betul hanya untuk kebutuhan utama saja.
Saat menghadiri undangan seorang teman untuk acara baralek adiknya, kami tinggal dua hari di pelosok Payakumbuh di Balai Panjang. Karena banyaknya orang dan terbatasnya sumber air, dengan segera tiga sumur gali kehabisan air. Sumur dirumah tempat baralek menggunakan pompa air listrik, dengan air yang jernih kehabisan air. Sumur di rumah sebelah yang sangat dalam juga kehabisan air. Tinggal sumur gali di rumah tetangga yang menggunakan dua buah timba yang dikaitkan ke kerekan air. Saat satu timba dinaikkan ke atas untuk mengangkat air, timba lainnya terbenam dan mengisi air. Sumur ini juga kehabisan air, saat ditimba airnya keruh bercampur lumpur dan tanah dari dasar sumur. Jadi, bagi orang-orang, urusan mandi dan ke toilet harus menggunakan fasilitas umum.
Ada dua pemandian umum yang berdekatan. Yang pertama hanya berjarak sekitar dua ratus meter dari rumah, dikenal dengan pemandian Kolin, menuruni lembah yang terjal menuju ke bak pengumpulan air di dasar lembah. Jalannya tanah yang dibentuk menjadi anak-anak tangga sehingga mudah untuk dilalui. Airnya berasal dari mata air yang sangat jernih. Kolamnya dipasangi kawat duri sehingga orang-orang tidak bisa berenang. Air dari sumber mata air masuk dari pangkal kolam dan keluar diujung kolam, menuju dua buah pipa yang berfungsi sebagai pancuran. Sebuah sekat beton dipasang untuk memisahkan pancuran untuk laki-laki dan perempuan. Airnya mengalir terus sepanjang waktu, selama sumbernya tersedia. Sebelah kanan kolam terdapat sebuah surau kecil. Dibelakang diujung pancuran, dengan jarak agak berjauhan, terdapat bilik kecil yang berfungsi sebagai WC. Dibawah WC tersebut terdapat kolam ikan, yang berisi berbagai jenis ikan air tawar. Lingkungan pemandian Kolin sangat sepi, penuh dengan kerimbunan pepohonan.
Pemandian umum lainnya, Batu Payung, berjarak sekitar satu kilometer dari rumah, melintasi jalan setapak yang sepi melewati kebun-kebun penduduk. Lokasinya ditengah pemukiman penduduk. Di jalan masuk ke kolam pemandian untuk laki-laki terdapat sebuah bukit batu kecil. Semak dan pepohonan perdu tumbuh dengan segan di permukaannya. Batunya membesar di bagian atas seperti pohon, sehingga disebut sebagai batu payung. Bagian penyangga batu yang berukuran lebih kecil penuh dengan berbagai coretan yang dibuat oleh mereka yang sedang jatun cinta dan juga oleh yang sedang mengalami patah hari. Ada dua kolam yang lokasinya berjauhan. Satu untuk laki-laki,dan yang lainnya yang lebih besar untuk perempuan. Pepohonan tumbuh rimbun dan tebal antara kedua kolam tersebut, sehingga menghalangi pandangan antara kedua kolam tersebut. Beberapa kolam ikan berisi berbagai macam ikan air tawar dibuat di sekitar pemandian. Ikan-ikan tersebut mendapat makan dari WC umum - yang berupa bilik-bilik kecil - yang terdapat di setiap kolam. Sebuah surau kecil juga terdapat disitu, berdekatan dengan lokasi pencucian umum. Sepeda motor tidak boleh dicuci di pemandian ini, bahkan untuk masukpun tidak dibolehkan. Sebuah papan bertuliskan pengumuman menegaskan larangan tersebut. Sumber air untuk pemandian ini adalah mata air yang berasal dari gunung. Airnya jernih dan sejuk. Kolam pemandian cukup dalam sehingg orang bisa berenang di dalamnya. Sebuah kios kecil menjual berbagai perlengkapan untuk mandi terdapat di sebelah kolam pemandian laki-laki.
Saat kami sekeluarga sampai disana - setelah berjalan kaki yang menyenangkan melalui jalan yang mendaki dan menurun sekitar lima belas menit - kedua lokasi pemandian penuh dengan orang-orang. Anak-anak berenang dan main air dengan riang. Orang-orang dewasa mandi dengan tenang, menyiduk air dengan timba atau langsung turun ke kolam. Airnya terus mengalir, sehingga tetap bersih karena selalu berganti. Beberapa orang sedang mencuci pakaian dan perlengkapan memasak di ujung kolam.
Mandi di pemandian umum memang menyenangkan. Selain bisa bersosial dengan warga masyarakat lainnya, juga bisa menikmati segarnya air alam dari mata air pegunungan. Tetapi, privasi nyaris tidak ada. Walaupun sangat tabu dan memalukan untuk mengintip kaum perempuan yang mandi, selalu saja ada yang melakukannya. Dan juga, menempuh jarak sekitar satu kilometer - pulang pergi total dua kilometer- secara rutin setiap saat merupakan hal yang berat.
Wednesday, January 26, 2011
Jembatan
Akhirnya jembatan yang menyambung kedua sisi sungai yang memisahkan kota kecamatan kecil kami dengan ibukota kabupaten selesai dibangun. Dengan panjang lebih dari dua kilometer, jembatan tersebut melengkung memayungi badan sungai pada ketinggian tiga puluhan meter. Tiang-tiang utamanya tampak tegap dan kokoh menyangga jembatan, sementara tiang-tiang lainnya pada posisi badan jembatan yang lebih rendah nampak lebih kecil dan lebih ringkih. Walaupun belum sepenuhnya selesai, setiap sore jembatan tersebut diramaikan oleh warga dan orang-orang yang ingin menikmati suasana baru. Dari titik tertinggi jembatan, di bawah mengalir sungai, tenang dan sayup, dengan kedalaman yang menyeramkan. Ferry penyeberangan milik perusahaan bubur kertas yang sedang beristirahat nampak kecil dibawah, orang-orang dan kenderaan yang mengantri giliran nampak lebih kecil lagi. Setelah jembatan ini berfungsi, akses ke ibukota kabupaten akan menjadi lebih gampang. Selama ini, menyeberang sungai dilayani oleh dua ferry penyeberangan. Satu buah milik perusahaan minyak,dan satu lagi milik perusahaan bubur kertas. Keduanya tetap akan berfungsi nantinya, apalagi truk-truk pengangkut kayu bahan baku pabrik bubur kertas kabarnya tidak diperbolehkan melewati jembatan. Mereka harus tetap melewati jalan tanah dan menyeberang dengan menggunakan ferry.
Monday, January 24, 2011
Saturday, January 22, 2011
Penginapan Burung
Di sekitar tempat kerja, beberapa pohon setiap malam dihuni oleh ribuan burung. Setiap sore, burung-burung datang dalam kawanan-kawanan yang jumlahnya mencapai ratusan. Burung-burung ini dengan leluasa hinggap di pohon, nyaris tanpa ada gangguan dari makhluk lainnya.
Pohon yang sedang meranggas ini jumlah burung yang hinggap di rantingnya lebih banyak daripada jumlah daunnya.
Tidak cukup tempat di pohon, burung-burung tersebut juga hinggap di perpipaan, di pipe rack dan pipe support. Jumlahnya juga ribuan.
Paginya setelah burung-burung tersebut kembali pergi meninggalkan tempat mereka menginap, mereka meninggalkan jejak kotoran di berbagai tempat.
Friday, January 14, 2011
Subscribe to:
Posts (Atom)